Inspirasi Bisnis

Perjalanan Dina Windyasari Dari Bilik Apotek ke Enam Cabang Bisnis Skincare yang Sukses

Awal Mula: Impian Jadi PNS, Takdir Jadi Pengusaha

Dina Windyasari, perempuan kelahiran Kuningan, 2 Agustus 1977, tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan menjadi seorang pengusaha sukses di bidang kesehatan dan kecantikan. Pada awalnya, seperti banyak orang lainnya, ia bercita-cita menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bahkan, ia telah mencoba mengikuti seleksi CPNS sebanyak tujuh kali—dan selalu gagal.

Namun kegagalan itu justru membuka jalan lain. Ia menyadari bahwa mungkin takdirnya bukanlah menjadi pegawai, melainkan membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain.

Langkah Pertama: Apotek dari Sebuah Bilik Kontrakan

Dina memulai bisnisnya di usia 30 tahun. Bermodal latar belakang pendidikan sebagai apoteker, ia memberanikan diri membuka apotek kecil di Warung Doyong, Ciamis. Tempatnya sangat sederhana, bahkan mirip bilik. Bila hujan turun, kardus-kardus obat harus dijemur keesokan harinya karena basah. Ia dan suami bekerja berdua tanpa karyawan, berbagi tugas: Dina mengajar, sang suami menjaga apotek.

Dari keuntungan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, akhirnya ia bisa membeli ruko sendiri. Lantai bawah digunakan untuk apotek, dan lantai atas menjadi ruang ide baru: sebuah salon kecil yang akhirnya berkembang menjadi klinik kecantikan.

Merintis Bisnis Skincare dari Nol

Berangkat dari keahliannya meracik krim untuk berbagai masalah kulit seperti flek hitam dan jerawat, produk skincare alami racikan Dina pun mulai diterima masyarakat. Bisnisnya terus tumbuh. Ia tak hanya berhenti di Ciamis. Dengan keberanian dan niat belajar, ia melebarkan sayap ke kota lain: Tasik, Banjar, Bandung, Singaparna, Pangandaran, dan Ciawi.

Uniknya, ia mengaku saat membuka cabang di kota lain, ia tak terlalu memikirkan lokasi strategis atau perhitungan bisnis yang kompleks. Fokusnya hanya satu: bagaimana belajar membuka cabang dan memperluas layanan.

Dari Dua Apotek ke Enam Klinik Skincare

Meski bisnis awalnya adalah apotek, kini fokus utamanya justru berada pada bisnis skincare—Alamin Skincare. Ia menilai bahwa skincare memiliki prospek jangka panjang yang lebih baik dan peluang untuk terus berkembang meski persaingan makin ketat.

Kini, dengan enam cabang klinik dan dua apotek, Dina tetap membangun tim yang solid. Ia percaya bahwa bisnis bukan hanya soal produk, tetapi juga soal leadership, komunikasi dengan tim, dan inovasi berkelanjutan.

“Kompetitor adalah guru terbaik. Saya belajar dari mereka, bukan untuk meniru, tapi untuk lebih baik.”

Kegagalan Adalah Guru Terbaik

Dina tidak malu bercerita tentang kegagalan. Bahkan, ia merasa bahwa dari situlah ia belajar paling banyak. Ia pernah mengalami titik terendah ketika tak memiliki uang untuk membayar faktur pabrik. Ia harus menempuh perjalanan hujan-hujanan naik motor pinjaman hanya untuk meminjam uang dua juta rupiah kepada ibunya.

Tak hanya itu, suaminya pun pernah mengalami kecelakaan saat mengantar obat ke bidan-bidan. Obat-obatannya hancur, dan tidak membawa pulang satu rupiah pun. Semua pengalaman itu kini dikenangnya sebagai cerita yang lucu dan penuh pelajaran.

Tidak Enakan? Tidak Cocok Jadi Pengusaha!

Dina mengakui bahwa sifat “tidak enakan” sempat menjadi kelemahan terbesar dalam dirinya. Tapi seiring waktu, ia sadar bahwa dunia bisnis membutuhkan ketegasan dan keberanian dalam mengambil keputusan.

Ia juga pernah tergoda membuka cabang di kota besar dengan harapan lebih ramai, namun hasilnya tidak sesuai harapan. Dari situ, ia belajar untuk selalu mempertimbangkan semua aspek dengan matang sebelum memperluas bisnis.

Filosofi Hidup: Ulet, Berdoa, dan Manfaatkan Peluang

Ia percaya bahwa kadang orang pintar bisa kalah dengan orang yang ulet. Dan orang ulet pun bisa kalah dengan orang yang beruntung. Dina mengaku mungkin dirinya termasuk yang beruntung, tapi keberuntungan itu tidak datang tanpa kerja keras dan keuletan.

“Kalau satu jalan tertutup, pengusaha akan cari jalan lain. Banyak jalan menuju Roma, dan saya percaya itu.”

Pesan untuk Anak Muda: Fokus pada Proses, Bukan Hasil

Di akhir wawancaranya, Dina menyampaikan pesan bagi generasi muda:

“Jangan terlalu sibuk mikirin hasil. Lakukan dengan konsisten. Hasil akan datang sesuai dengan apa yang pantas untuk kita.”

Kini, Dina Windyasari bukan hanya menjadi pemilik bisnis skincare yang sukses, tapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama perempuan dan anak muda yang ingin memulai usaha dari nol.

Kesimpulan

Kisah Dina Windyasari adalah bukti nyata bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Dengan niat, doa, kerja keras, dan keberanian untuk terus belajar, siapa pun bisa mengubah takdir hidupnya. Tak perlu menunggu sempurna untuk memulai, yang penting adalah konsisten melangkah dan tidak mudah menyerah.

Related Articles

Back to top button