Orang-orang yang tidak ada boleh dinikahi di hukum Islam

Ibukota Indonesia – Pernikahan pada agama Islam merupakan ikatan suci yang dimaksud diatur dengan ketat demi mempertahankan kehormatan, moralitas, lalu kelangsungan keluarga yang mana harmonis.
Namun, tidak ada semua pemukim boleh dinikahi oleh seseorang Muslim. Islam menetapkan batasan mengenai siapa belaka yang haram untuk dinikahi, baik sebab hubungan darah, pernikahan sebelumnya, atau persusuan.
Hubungan yang disebutkan dapat diartikan sebagai mahram. Sedangkan pada Islam, pernikahan mesti dilaksanakan oleh mempelai laki-laki lalu perempuan yang dimaksud hubungannya bukanlah mahram.
Landasan hukum Islam yang tersebut menjelaskan siapa cuma yang dimaksud haram dinikahi terdapat di Surat An-Nisa ayat 23. Surah ini menyebutkan secara rinci kelompok wanita yang dimaksud tak boleh dinikahi orang pria Muslim.
Kategori pemukim yang dimaksud haram untuk dinikahi
Orang yang mana haram dinikahi di Islam terbagi bermetamorfosis menjadi dua kategori, yakni mahram muabbad (haram selamanya) juga mahram mu’aqqat (haram untuk sementara waktu).
1. Mahram muabbad
Kategori ini merujuk pada seseorang yang tidaklah boleh dinikahi selamanya, apapun itu kondisinya. Hal ini dikarenakan masih mempunyai hubungan pertalian darah, pernikahan, atau persusuan.
Berikut orang-orang yang digunakan haram dinikahi sebab hubungan pertalian darah meliputi:
- Ibu, ibunya ibu (nenek), ibunya ayah (nenek), ibunya nenek (buyut), lalu nasab ke atas.
- Anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki (cucu), anak perempuan dari anak perempuan (cucu), anak perempuan dari cucu (cicit), lalu nasab ke bawah.
- Saudara perempuan, baik seayah-seibu, seayah, atau seibu.
- Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan), baik saudara seayah-seibu, seayah, atau seibu.
- Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan), baik saudara seayah-seibu, seayah, atau seibu.
- Saudara perempuan ayah (bibi), bibinya ayah, bibinya kakek, lalu nasab ke samping.
- Saudara perempuan ibu (bibi), bibinya ibu, bibinya nenek, juga nasab ke samping.
Kemudian, berikut orang-orang yang mana haram dinikahi dikarenakan hubungan pernikahan meliputi:
- Istri ayah (ibu tiri), istri kakek (nenek tiri), kemudian nasab ke atas.
- Istri anak (menantu), istri cucu lalu nasab ke bawah. Lain hal bila “anak” atau “cucu” yang dimaksud adalah anak angkat.
- Ibu istri (mertua), nenek istri, juga nasab ke atas.
- Anak perempuan istri (anak tiri), anak perempuan dari anak tiri (cucu tiri).
Islam juga mengharamkan menikahi pemukim yang dimaksud miliki hubungan persusuan, yaitu merek yang mana disusui oleh wanita yang tersebut identik berjumlah lima kali atau lebih besar sebelum usia dua tahun. Sehingga, manusia laki-laki tidak ada boleh menikah:
- Ibu susuan kemudian nasab ke atasnya.
- Anak wanita dari susuan juga nasab ke bawahnya.
- Saudara wanita sesusuan.
- Bibi dari bapak atau ibu susuan.
- Ibu mertua susuan kemudian nasab ke atasnya.
- Istri bapak susuan lalu nasab ke atasnya.
- Istri anak susuan lalu nasab ke bawahnya.
- Anak wanita istri susuan dan juga nasab ke bawahnya.
2. Mahram mu’aqqat
Selain mahram muabbad, ada juga pendatang yang haram dinikahi untuk sementara waktu yang dimaksud disebut mahram mu'aqqat. Hal ini biasanya akibat status tertentu, antara lain:
- Wanita yang sedang di masa ‘iddah, masa tunggu pasca cerai atau suami meninggal.
- Wanita yang telah dilakukan ditalak tiga, sehingga mesti menikah dengan pria lain terlebih dahulu sebelum bisa jadi dinikahi kembali oleh suami sebelumnya.
- Wanita yang mana masih terikat pernikahan dengan suami lain.
- Wanita yang digunakan merupakan adik atau kakak ipar.
- Wanita musyrik penyembah berhala, sampai bertaubat atau telah memeluk Islam baru boleh dinikahi.
Kendati demikian, umat Muslim harus mengetahui siapa cuma yang mana diantaranya di kategori haram untuk dinikahi atau mahram. Sehingga, bagi laki-laki atau perempuan dapat menjalankan pernikahan sesuai dengan syariat Islam lalu tidak ada membatalkan hukum sah pernikahan.
Artikel ini disadur dari Orang-orang yang tidak boleh dinikahi dalam hukum Islam






