Aneh, Kenapa FIFA Tolak Jatuhkan Sanksi terhadap Israel?

FIFA kembali menuai kritik pasca menolak memberikan sanksi terhadap Israel, meskipun negara yang disebutkan terus melakukan pelanggaran terhadap komunitas sepak bola Palestina. Keengganan badan sepak bola dunia ini semakin memperjelas sejarah panjangnya pada berpihak untuk penguasa kemudian mengabaikan keadilan.
Sejarah menyebut, pada tahun 1976, hanya saja dua hari pasca kudeta militer yang menggulingkan Isabel Peron di dalam Argentina, FIFA menyatakan negara itu siap menjadi tuan rumah Piala Bumi . Keputusan itu tetap saja berjalan meskipun junta militer Argentina melakukan kekerasan brutal, menghilangkan lebih banyak dari 30.000 nyawa.
Hal mirip terjadi ketika FIFA tetap saja menyelenggarakan Piala Planet 1978 dalam Argentina serta bahkan mengangkat Wakil Laksamana Angkatan Laut Carlos Lacoste, salah satu pelopor utama kompetisi tersebut, menjadi Wakil Presiden FIFA. Langkah ini menegaskan bagaimana FIFA cenderung membantu kepentingan kekuasaan ketimbang prinsip kemanusiaan.
Kini, tanah Israel akan memulai kampanye kualifikasi Piala Planet 2026, sementara FIFA tetap memperlihatkan menangguhkan mata terhadap tuntutan untuk menangguhkan keikutsertaan mereka, meskipun ada pelanggaran nyata terhadap hukum internasional.
FIFA serta Standar Ganda
Sejak Asosiasi Sepak Bola Palestina (PFA) diterima sebagai anggota FIFA pada 1998, tanah Israel terus melanggar aturan organisasi ini dengan memasukkan klub-klub dari pemukiman ilegal ke di kompetisinya. FIFA sendiri memiliki aturan yang jelas bahwa asosiasi anggota kemudian klub bukan boleh bermain di area wilayah asosiasi lain tanpa persetujuan mereka. Namun, aturan ini tampaknya tidak ada berlaku bagi Israel.
Ironisnya, ketika Rusia melakukan invasi negeri Ukraina pada 2022, FIFA dengan cepat mengeluarkan merek dari Piala Dunia. Keputusan ini memperlihatkan standar ganda yang diterapkan FIFA di merespons pelanggaran hukum internasional.
Sejak Oktober 2023, infrastruktur sepak bola di area Daerah Gaza mengalami kehancuran total akibat serangan Israel. Lebih dari 350 pesepak bola Palestina tewas, termasuk Hani al-Masdar, pembimbing kelompok sepak bola Olimpiade Palestina, yang mana meninggal akibat serangan udara pada Januari 2024.
Pada Maret 2024, bintang sepak bola Palestina, Mohammed Barakat, tewas ketika rumahnya dibom pada Khan Younis pada hari pertama Ramadan. Stadion-stadion dalam Gaza, seperti Stadion Yarmouk, hancur total lalu bahkan sempat digunakan oleh pasukan tanah Israel sebagai kamp tahanan sementara. Ribuan warga Palestina dipaksa berlutut dengan tangan terikat pada lapangan yang seharusnya menjadi tempat merekan bermain sepak bola.
Pada Mei 2024, satu-satunya stadion yang masih utuh berubah menjadi tempat pengamanan bagi ribuan warga Palestina yang mana melarikan diri dari serangan Israel. FIFA, sementara itu, hanya saja berjanji akan mencari masukan hukum terkait permintaan PFA untuk memberikan sanksi terhadap Israel. Hingga kini, belum ada tindakan nyata dari organisasi tersebut.
Meski FIFA masih bungkam, pernyataan solidaritas terus menggema. Pada Januari 2024, meskipun dihantam pertempuran juga kehilangan berbagai pemain, pasukan nasional Palestina berhasil lolos ke putaran gugur Piala Asia untuk pertama kalinya pada sejarah mereka. Keberhasilan ini menjadi simbol perlawanan terhadap upaya pemusnahan identitas Palestina.
Dukungan untuk Palestina juga datang dari dunia sepak bola. Pendukung klub Glasgow Celtic meluncurkan kampanye mendesak FIFA untuk memberikan negeri Israel “kartu merah”. Aksi sama juga muncul di tempat Spanyol, Maroko, juga Irlandia, menunjukkan bahwa komunitas sepak bola dunia tidaklah tinggal diam.
Sementara FIFA terus mempertahankan reputasi sebagai alat legitimasi bagi kekuatan imperialisme, tribun-tribun stadion di tempat seluruh dunia terus mengibarkan bendera Palestina sebagai simbol perlawanan serta keadilan.